Rabu, 18 Februari 2015

CERPEN: Dia menangis

Karya Rana Pratama

Sebelum memasuki kelas,kulihat lampu koridor kelas masih menyala. Langsung saja kuhampiri saklar yang letaknya di samping pintu dan memencet tombol OFF. Dan ketika memasuki kelas,tiba tiba mataku tertuju pada kerumunan perempuan itu,lalu mendekatinya,penasaran. Kerumunan perempuan itu berada di bangku paling timur samping jendela,nomor dua dari depan. Tampak sinar matahari menembus kaca lalu menantul ke meja.

Vivi,nanda,ira,dewi,dan fika,sedang berkerumun. Entah siapa yang sedang di dirubunginya. Kudengar ada yang sedang menangis. Siapa?. Dari tangisannya,aku hafal.  Semoga saja pendengaranku masih benar. ya,tangisan itu,suara itu,aku tahu. Suara yang lembut dan menggetarkan hatiku. Suara yang membuatku jatuh hati padanya. Dan suara yang menjadi sumber kecrewetannya. Ah,itu suaranya Lia,Kekasihku.

Cepat cepat aku langsung menjauhi kerumunan itu. Perasaanku tak karuan. Berantakan. Seolah semua macam rasa berkumpul di dada ini. Pahit,masam,kecut,datar,kelu,gugup,dan getir. Dadaku sesak. Jantungku berdetak kencang. Kemudian,keringat mengucur ke seluruh tubuhku. Aku merasa bersalah. Berdosa. Aku yang menyebabkan dia menangis.

***

Di depan R-TWO Cafe. Dia melihatku ketika aku mengendarai motor matic dan di bocengi selingkuhanku. Kemudian di berlari mengejarku dan berteriak. Entah berteriak apa. Tak jelas. Sebab suasana lalu lintas semprawud. Bunyi rauangan macam kendaraan dan klakson yang menyatu,pada akhirnya menjadi  bising. Pada saat itu aku langsung gaspoll saja. Kencang.

Kulirik Spion. Dia duduk tersimpuh di trotoar. Dia menangis. Lalu di dekati temannya,mereka berpelukan. Perasaanku benar benar tak karuan. Maafkan aku,Lia. "siapa dia?" tanya selingkuhanku curiga. "mantanku"

Pada saat situasi begini aku harus berbohong. Semoga saja dia mempercayainya.

"benarkah?" Aku diam. Aku pura pura tak mendengarnya. "Apa?"

"dia menghinamu,mengatakan yang jelek,jelek. dia bilang,kau itu penipu omdo,munafik,pemberi harapan palsu,playboy,wadon1,dan buaya darat." "ah,kau. tak usah dengar dia. dia gila"

Aku tertawa.

"hah?"

"dia susah move on dariku. makanya begitu. padahal aku sudah move on dari dia. tapi dia?"

Aku tertawa lagi. "dia terlalu mencintaiku. tapi apalah, dia benar benar egois. ke kanak kanakan."

"Kasihan dia"

"ah,sudahlah. Jangan membahas masa lalulu. Aku tak kuat membayangkannya."

"aku cuma nanya. tak lebih,maafkan aku,yank"

"kalo mau nanya,lebih baik jangan nanya yang aku hindari. sakit."

“Iya. Maafkan aku”

"Sudahlah nikmati saja kebersamaan ini."

Dia memeluk erat erat dari belakang. Dadaku langsung berdebar. Aku gugup. Pada malam harinya dia berkali kali mengirim sms dan menelopon. Namun aku tak membalas dan mengangkatnya. Intinya dia sakit hati. Dan terakhir dia sms,"tak peduli mataku bengkak. Tak peduli aku kehabisan air mata. Tak peduli aku menangis sampai buta. Yang penting kau harus tau,aku begini karenamu. Semoga kau mengerti,sayang."

***

Hendra,duduk di belakang bangkuku. Dia sedang menulis remidial kimia. Soal dan jawaban ulangan 50 X.

"sudah selesai?"

"belum"

"ndra,dia sih kenapa?" Aku menggelengkan kepala ke arah kerumunan itu.

"menangis" jawabnya datar.

"maksudku,dia kenapa menangis?"

"ngga tau lah, kan aku bukan dia"

"pancen2"

"heh!" Katanya dengan nada tinggi.

"kau tau,apa yang sedang aku kerjakan ini?" Sambil menunjukan kertas folio yang berisi deretan rumus kimia dan angka. Aku mengangguk.

"di bantu lah,malah mengganggu dengan pertanyaan nggak penting itu"

"nggak segitunya kali." Kataku lalu terkekeh. "jangkrik dulu"

"ah,kau. taunya cuma duit,kerja dulu dong,baru di bayar" Aku tertawa.

"nih" Dia memberikan uang 10.000, kertas folio,dan bollpoint.

***

Ketika baru menulis 10 nomor,aku berhenti. Guna melemaskan persendianku yang mulai kaku. Jam dinding menunjukan pukul 06.59. Mentari mulai merayap naik. Sebentar lagi bel akan berbunyi. Sudah 15 menit aku menulis ini,kapan selesainya? argh! ! ! Aku menatap ke arah jendela. Neni masih saja menangis. Entah sudah beberapa liter air mata yang ia keluarkan. Kini beberapa orang yang mengerumuninya tinggal sedikit. Bagi perempuan,menangis adalah melepas emosi.

Ketika aku memandanginya. Tiba-tiba ia menolehku. Menatapku nanar. Tajam. Seolah ia adalah harimau yang akan menyergap mangsanya. Mungkin aku mangsanya.

Aku memalingkan muka. Takut.

***

Entah ada sesuatu yang mendorongku untuk melihatnya lagi. Menatapnya lagi. Setelah membersihkan air matanya. Dia kemudian berdiri,lalu berjalan memutari bangku dan menghampiriku. Kini jarak antara kami cumu 50 cm. Jantungku berdegub kencang. Aku diam menatapnya.  Terpaku. Keringat dingin mengalir deras. Dan kulihat,di sekelilingku. Semua teman sekelas menaruh pandangan ke arahku. Apa yang akan terjadi?

"Wadonan! Bandhot3! buaya darat! playboy! penipu! pembohong!" Dia manamparku. Mulutku benar benar terkunci. Aku bisu. Lidahku kelu. Aku tak dapat berkata apa apa. Bersuara pun tak bisa.

"Aku dulu pada omonganku. Mulut manismu. Janjimu. Setia padamu. Tulus mencintaimu. Tapi apa?, kau malah mengkhianatinya. Memang mulut tak selamanya harus di percaya. Aku memang lemah. Labil. Begitu mudahnya mempercayai mulut manismu. Tapi sekarang,aku sadar. Aku memang tertipu. Bodoh!. Bego!. Dan seharusnya, aku berterimakasih padamu. Karena aku telah mendapatkan pelajaran dari semua ini. Terimakasih."

Dia menamparku Lagi. Lagi dan lagi. Aku tak bisa apa apa. Seperti patung. Sekali lagi,mulutku terkunci rapat,membisu,dan lidahku kelu. Selanjutnya dia merobek robek kertas folio yang berisi tugas remidial kimia. Hawa Panas langsung menguasai tubuhku. Argh!!!

Catatan:
1) : Suka Main Wanita
2) :Dasar!
3) :Playboy

0 komentar:

Posting Komentar